Perbaikan Mutu Lada dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing di Pasar Dunia dengan Koperasi
oleh :
NANAN NURDJANNAH
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian
PELUANG PERBAIKAN MUTU
PELUANG PERBAIKAN MUTU
Mengingat
ketatnya persaingan di pasar dunia, permintaan konsumen yang makin meningkat
dari segi kebersihan (kesehatan) dan banyaknya petani lada Indonesia yang menggantungkan
hidupnya dari lada, maka perlu dilakukan usaha yang lebih intensif dalam memperbaiki
mutu produk lada Indonesia. Dari segi teknologi perbaikan mutu, baik usaha memproduksi
buah lada dengan mutu yang baik sebagai bahan baku maupun cara pengolahan dan
pengemasannya sudah tersedia cukup banyak. Khusus dari segi pengolahan lada
putih dan lada hitam, mulai dari perbaikan cara tradisional sampai usaha
perbaikan mutu dengan pengolahan menggunakan mesin sudah tersedia dan siap
untuk diaplikasikan di lapangan.
Uji coba di
lapangan sudah pernah dilakukan, di antaranya di Provinsi Bangka Belitung dan Kalimantan
Timur. Uji coba di Kalimantan Timur dilakukan dengan bantuan dari FAO. Pada uji
coba alat-alat tersebut dilakukan pelatihan sebanyak dua kali terhadap kelompok
tani penerima bantuan, juga pada kelompok tani yang lainnya. FAO menilai proses
peningkatan mutu tersebut berhasil karena telah dapat menggugah kesadaran para
petani mengenai pentingnya peningkatan mutu, dan beberapa petani telah bersedia
mengolah lada putih dengan metoda yang dianjurkan, dan lada putih yang
dihasilkan mempunyai warna putih kekuningan dengan spesifikasi mutu yang
memenuhi syarat mutu IPC. Disamping itu lada yang dihasilkan mendapat harga Rp.
500,-/kg lebih tinggi (Rp. 14.500,-, pertengahan tahun 2005) di pasar lokal dari
pada yang diolah dengan cara tradisional (Rp. 14.000,-, pertengahan tahun
2005), bahkan salah satu eksportir dari Surabaya bersedia membeli Rp. 17.500,-
/kg dengan syarat dapat tersedia produk paling sedikit 2 ton untuk satu kali
pembelian (Nurdjannah dan Hidayat, 2006). Hal ini belum dapat dipenuhi karena
kegiatan tersebut merupakan suatu model percontohan yang masih memerlukan
pengembangan. Untuk pengembangannya memerlukan pihak-pihak terkait lain yang
harus terlibat mulai dari replikasi model percontohan untuk memenuhi jumlah
produk yang diminta, maupun penyediaan bahan baku yang baik, pemasaran dan
distribusi serta kelembagaannya.
Menghadapi
keadaan tersebut di atas, keterpaduan antara teknologi budidaya dan pengolahan
hasil perlu ditingkatkan karena mutu produk tidak saja ditentukan oleh
pengolahan tetapi juga oleh faktor budidaya atau kondisi pertanaman. Kontrol
terhadap mutu perlu dilakukan dengan pendekatan analisa bahaya dan pengendalian
titik kritis atau “Hazard Análisis Critical Control Point (HACCP)”. Pendekatan
ini melibatkan semua unsur mulai dari tingkat petani, pengolah, pedagang, eksportir,
lembaga penelitian dan pemerintah pusat dan daerah (Ta’dung, 1999). Melalui pendekatan
HACCP seluruh alur produksi dapat ditelusuri, dicegah atau dikendalikan dari kemungkinan
terjadinya kesalahan dan penyimpangan produksi.
Negara-negara
penghasil lada lain seperti Malaysia dan India melakukan usaha-usaha perbaikan
mutu lada yang hampir sama seperti di Indonesia, dari mulai perbaikan bahan tanaman,
cara budidaya dan pengolahannya. Namun demikian usaha yang dilakukan sudahterintegrasi,
karena negara-negara tersebut sudah mempunyai status badan khusus yang menangani
mulai dari hulu sampai hilir.
Malaysia
memiliki suatu badan yang menangani atau mengkoordinasikan segala hal mengenai
lada yang dinamakan Pepper Marketing Board (PMB). Untuk meningkatkan mutu lada
di tingkat petani, PMB bekerjasama dengan Departemen Pertanian mengadakan pelatihan-pelatihan
pada petani untuk mengolah produknya supaya sesuai dengan mutu untuk keperluan
ekspor. Selain itu bagi beberapa kelompok tani terpilih disediakan alat-alat pengolahan
seperti alat pengering mekanis, alat pemisah spiral, lantai jemur. Hal ini
dilakukan dalam rangka transfer teknologi pengolahan pada petani dan upaya agar
petani dapat menghasilkan lada dengan harga premium (Anonymous, 2004b). Selain
upaya di atas, PMB membeli lada dari petani berkompetisi dengan pedagang
perantara, dan membantu mengekspor langsung ke pengguna supaya petani mendapat harga
yang sesuai dengan keadaan pasar dan berusaha mendapat pasar yang baru. Dalam upaya
untuk menstabilkan pendapatan petani, PMB memberi kesempatan pada petani untuk menyimpan
ladanya digudang milik PMB sampai menunggu harga yang layak. Untuk petani yang
menyimpan lada di gudang PMB diberi sertifikat yang dapat ditransfer atau
dijual, dan mereka diberi bimbingan untuk mencari pasar langsung dengan
menawarkan lada yang siap ekspor pada eksportir (Kanbur dan Abdullah, 2000).
Di India
terdapat suatu badan yang dinamakan “Spice Board” yang menangani mengenai
rempah. Untuk meningkatkan mutu lada,
Spice Board mengadakan pelatihan mengenai mutu yang diinginkan oleh
negara-negara pengimpor lada dan cara-cara produksi lada yang higienis terhadap
petani, pedagang, eksportir, pegawai pertanian yang terkait dan para pengolah
lada (Anonymous, 2004c). Selain itu “Spice Board” juga menyediakan fasilitas
dan peralatan untuk menunjang usaha tersebut. Pengawasan mutu sudah dilakukan
mulai dari pertanaman, pengolahan, pemasaran dan ekspor yang dilengkapi dengan
program training di semua tingkatan tersebut (Nambiar, 1999). Di beberapa
daerah pemisahan buah dari tangkainya sudah dilakukan dengan mesin perontok
dengan kapasitas 1,5 ton/hari. Disamping itu telah ada pula modifikasi alat perontok
yang dapat merontokkan lada sebanyak 3 ton/jam (Zachariah, 2000).
Belajar dari
negara-negara penghasil lada lain yang telah berhasil dalam usaha peningkatan mutu,
seperti Malaysia dan India, maka peningkatan mutu perlu dilakukan sejak tingkat
petani dengan menerapkan metoda-metoda pengolahan yang sudah diperbaiki dan
higienis, serta program pelatihan yang terus menerus. Selain itu harus dibentuk
sebuah badan yang mengurus rempah umumnya dan lada khususnya yang menangani
komoditas tersebut dari hulu sampai hilir, dan mempunyai akses ke semua pihak
yang berkecimpung dalam bidang produksi lada sampai pemasarannya. Dengan demikian
diharapkan usaha tersebut merupakan sesuatu yang konsisten, berkesinambungan
dan menimbulkan dampak positif baik untuk petani sebagai produsen, maupun bagi
perladaan umumnya, terutama daya saing di pasar internasional.
NAMA : RACHMA ANNASTARI
NPM : 25211695
Tidak ada komentar:
Posting Komentar