Kasus
Kecurangan Dalam Akuntansi
PENGERTIAN FRAUD
(Kecurangan)
Fraud atau yang sering
dikenal dengan istilah kecurangan merupakan hal yang sekarang banyak
dibicarakan di Indonesia. Pengertian fraud itu sendiri merupakan
penipuan yang sengaja dilakukan, yang menimbulkan kerugian pihak lain dan
memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan dan atau kelompoknya (Sukanto,
2009). Sementara Albrecht (2003) mendefinisikan fraud sebagai
representasi tentang fakta material yang palsu dan sengaja atau ceroboh
sehingga diyakini dan ditindaklanjuti oleh korban dan kerusakan korban. Dalam
bahasa aslinya fraud meliputi berbagai tindakan melawan hukum.
Berikut Ini
akan dijelaskan bentuk kecurangan akuntansi yang pernah dipraktikan
perusahaan-perusahaan besar didunia dan pihak-pihak tertentu, diantaranya :
1. WorldCom
Perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di
Amerika Serikat, mengakui telah Melakukan skandal akuntansi
yang menyebabkan perdagangan sahamnya di bursa
NASDAQ terhenti. Beberapa minggu kemudian,
WorldCom menyatakan diri bangkrut. Perusahaan telah memberi gambaran yang salah
tentang kinerja perusahaan dengan cara memalsukan milyaran
bisnis rutin sebagai belanja modal, sehingga
labanya overstated sebesar $11 milyar pada awal 2002. Perusahaan
juga meminjamkan uang lebih dari $400 juta kepada Chief Executive Officer
(CEO)-nya waktu, Bernard Ebbers, untuk menutupi
kerugian perdagangan pribadinya. Ironisnya meski
di dakwa telah melakukan pemalsuan,
konspirasi dan laporan keuangan yang salah,
mantan CEO WorldCom tersebut mengaku tidak
bersalah (Mehta, 2003; Klayman, 2004; Reuters, 2004).
2. Enron Corp
Perusahaan terbesar ke tujuh di AS yang bergerak di
bidang industri energi, para manajernya memanipulasi
angka yang menjadi dasar untuk memperoleh kompensasi moneter
yang besar. Praktik kecurangan yang dilakukan antara
lain yaitu di Divisi Pelayanan Energi, para eksekutif
melebih-lebihkan nilai kontrak yang dihasilkan dari
estimasi internal. Pada proyek perdagangan luar
negerinya misal di India dan Brasil,
para eksekutif membukukan laba yang mencurigakan.
Strategi yang salah, investasi yang buruk
dan pengendalian keuangan yang lemah menimbulkan
ketimpangan neraca yang sangat besar dan
harga saham yang dilebih-lebihkan. Akibatnya ribuan
orang kehilangan pekerjaan dan kerugian pasar milyaran dollar
pada nilai pasar (Schwartz, 2001; Mclean, 2001). Kasus ini
diperparah dengan praktik akuntansi yang
meragukan dan tidak independennya audit yang
dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP)
Arthur Andersen terhadap Enron. Arthur Anderson,
yang sebelumnya merupakan salah satu “The big
six” tidak hanya melakukan memanipulasi laporan keuangan Enron
tetapi juga telah melakukan tindakan yang
tidak etis dengan menghancurkan dokumen-dokumen
penting yang berkaitan dengan kasus Enron.
Independensi sebagai auditor terpengaruh dengan
banyaknya mantan pejabat dan senior KAP Arthur
Andersen yang bekerja dalam department akuntansi Enron Corp. Baik Enron maupun
Anderson, dua raksasa industri di
bidangnya, sama-sama kolaps dan menorehkan sejarah kelam
dalam praktik akuntansi.
3. Indonesia
Kasus
skandal akuntansi bukanlah hal yang baru. Salah satu kasus
yang ramai diberitakan adalah keterlibatan 10
KAP di Indonesia dalam praktik kecurangan Keuangan.
KAP-KAP tersebut ditunjuk untuk
mengaudit 37 bank sebelum terjadinya
krisis keuangan pada tahun 1997. Hasil audit
mengungkapkan bahwa laporan Keuangan bank-bank tersebut
sehat. Saat krisis menerpa Indonesia, bank-bank tersebut kolaps karena
kinerja keuangannya sangat buruk. Ternyata baru terungkap dalam
investigasi yang dilakukan pemerintah bahwa KAP-KAP tersebut
terlibat dalam praktik kecurangan akuntansi.
10 KAP yang dituduh melakukan praktik
kecurangan akuntansi adalah:
1. Hans
Tuanakotta and Mustofa (Deloitte Touche
Tohmatsu's affiliate)
2. Johan
Malonda and Partners (NEXIA International's affiliate)
3. Hendrawinata
and Partners (Grant Thornton International's
affiliate)
4. Prasetyo
Utomo and Partners (Arthur Andersen's affiliate)
5. RB
Tanubrata and Partners
6. Salaki
and Salaki
7. Andi Iskandar
and Partners
8. Hadi Sutanto
(menyatakantidak bersalah)
9. S. Darmawan and
Partners
10. Robert Yogi and Partners.
Pemerintah pada
waktu itu hanya melakukan teguran tetapin
tidak ada sanksi. Satu-satunya badan yang
berhak untuk menjatuhkan sanksi adalah
BP2AP (Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik) yaitu lembaga
non pemerintah yang dibentuk oleh Ikatan Akuntan Indonesa
(IAI). Setelah melalui investigasi BP2AP
menjatuhkan sanksi terhadap KAP-KAP tersebut, akan tetapi sanksi yang
dijatuhkan terlalu ringan yaitu BP2AP hanya melarang 3
KAP melakukan audit terhadap klien dari
bank-bank, sementara 7 KAP yang lain bebas (Suryana, 2002).
4. Kasus Mulyana W.Kusuma
Kasus Mulyana W.
Kusuma Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang
anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit
keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang
dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi
informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan
penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat
bahwa laporan tersebut lebih baik daripada sebeumnya, kecuali untuk teknologi
informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu
bulan setelahnya. Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum
selesai dan disepakati pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar
penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan
penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam
penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerjasama dengan auditor BPK. Menurut
versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh
saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan
mereka. Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak
berpendapat auditor yang bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap
kasus ini, sedangkan pihak lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya
melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut telah melanggar kode etik
akuntan
5. Skandal Manipulasi Laporan Keuangan
PT. Kimia Farma Tbk.
PT Kimia Farma adalah
salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit
tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih
sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta &
Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba
bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan
audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan
kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup
mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya
sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7%
dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan
Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp
2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan
barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan
sebesar Rp 8,1 miliar dan overstatedpenjualan sebesar Rp 10,7
miliar.
Kesalahan penyajian
yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar
harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya,
menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada
tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah
digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit
distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian
berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas
penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak
disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan
penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT
Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi
kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu
manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti
dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN
memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF
setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated)
dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti
melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan
Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar
poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:
“Kesalahan mendasar
mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan
kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau
kelalaian.
Dampak perubahan
kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan
secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement)
untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap
masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal
periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara
khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi
keuangan baru”.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar