Banjir di Jakarta!? Sudah biasa, sejak masa bernama Sunda Kelapa, Batavia,
Jakarta sudah mengalami terpaan air bah dari Kawasan Puncak, Cisarua, dan
Bogor, dan wilayah pinggiran lainnya. Jika (kita) rajin menelusuri catatan
lama, maka kisah air bah melanda Jakarta tersebut memang
seakan bersahabat dengan orang Jakarta. Serta, upaya untuk mengatasi tumpahan air
tersebut, juga telah dilakukan sejak era yang lalu; namun Jakarta belum merdeka dari
banjir. Setiap tahun, Jakarta selalu kebanjiran air. Ada yang salah dengan
Jakarta?
Kisah pilu tentang Jakarta Kebanjiran, mulai semakin terangkat ke ruang
publik setelah kemajuan informasi berbasis Internet, ketika news berbentuk,
foto-gambar, vidio, suara begitu cepat tersebar dan menyebar ke mana-mana.
Dengan demikian, berita banjir di Jakarta tahun 1996, 2002, dan 2017,
bisa diakses pada berbagai media, blog, web-situs.
Pada catatan ini, hanyalah notes kecil tentang banjir
2007, 2013, dan 2014.
triseryando/ugm/
Pada waktu itu, 2007, curah hujan di Jabodetabek sejak 1 Februari
2007, berpadu dengan sistem drainase, parit, got yang tersumbat lumpur dan
sampah, menjadikan Jakarta bagaikan kolam penampung air yang raksasa. 60 %
wilayah DK menjadi bendungan dadakan, bahkan ada yang mecapai
ketingginan 5 meter. Ketika itu, akibta kurang sigapnya petugas menangani
bencana dan berbagai kendala lainya, menjadikan 10 orang tewas diterjang arus
banjir.Kerugian material akibat matinya perputaran bisnis mencapai triliunan rupiah,
diperkirakan 4,3 triliun rupiah. Warga yang mengungsi mencapai 320.000 orang
hingga 7 Februari 2007.
Setelah Banjir Besar 2007, pada waktu, para pemangku
wilayah DKI (dan juga pemerintah pusat), katanya, mau melakukan ini-itu dalam
rangka mengatasi banjir di Jakarta. Dan dengan melakukan ini-itu,
sekali lagi, katanya, maka pada lima tahun akan datang, mengurangi banjir dan korban
banjir di Jakarta.
foto kelam di atas hasil jepretan nationalgeographic.co.id tentang banjir
2013 di Jakarta
Lima tahun setelah 2007, ketika para pemangku DKI berganti, ternyata ini-itu yang
dijanjikan setelah air bah di Jakarta pada 2007, tak pernah terwujud. Semuanya
tetap, tak berubah dan mengubah apa-apa. Akibatnya, 2013, tak lama setelah
pergantian Gubernur dan Wakil Gubernur, air bah melanda Jakarta.
Menurut catatatan National Geographic, tak cukup menyalahkan cuaca ekstrem
sebagai penyebab banjir yang melanda Jakarta; penyebab banjir di Jakarta
merupakan gabungan dari faktor cuaca ekstrem dan lebih-lebih, faktor
kompleksitas Jakarta. Padahal curah
hujannya pun, curah hujan pada Januari 2013 lebih rendah saat banjir Jakarta
tahun 2007. Artinya, situasi ini terjadi
melibatkan masalah penataan air dan penataan ruang. Tata ruang Jakarta butuh
pengendalian yang berorientasi antara lain pada kepadatan populasi dan
pemisahan area.
Berdasar itu saja, ada simpulan kecil bahwa untuk
mengatasi banjir di Jakarta, selama ini, nyaris tak menyentuh hal-hal esensi
penyebab banjir. Apalagi, semakin ke sini, kompleksitas Jakarta semakin campur
aduk,bahkan dipadukan dengan hal-hal mistis serta politik sebagai penyebab
banjir. Termasuk masih banyak orang Jakarta yang belum
berbudaya atasi banjir, mereka cenderung ikutan menjadi penyebab
banjir di DKI melalui gaya hidup membuang sampah di parit,
got, saluran air, dan sungai.
Walaupun denganpikiran normal, orang sudah tahu bahwa penyebab,
pengendalian, mengatasi banjir di Jakarta, butuh kerja bareng banyak pihak, dan
tak semudah membalik telapak tangan, serta butuh waktu lama.
Namun, justru hal-hal iu, bukan menjadi acuan atau bahan bahasan, serta cari
solusi untuk percepatan pelaksanaan progaram. Yang disuarakan (terutma pada
oposan Jokowi-Ahok) adalah, kedua orang itu belum mampu atsi dan mengatasi
banjir di Jakarta. Lagu lama yang sumbang serta tak merdu.
Mengenai penyebab banjir 2014 di Jakarta, ada suara merdu Dirjen Sumber
Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Muhammad Hasan, di Jakarta (13 Januari
2014), menyatakan bahwa,
“… upaya normalisasi sungai yang dilakukan Kementerian PU saat ini
terhambat oleh persoalan permukiman ilegal yang belum terselesaikan hingga
kini, …; seperti di Pesanggrahan, tanah yang warga tempati itu ilegal. Itu
tanah negara. Oleh karena itu, Pak Jokowi agar segera menyelesaikan
rusunawa-rusunawanya.
Meskipun Jakarta masih tergenang, banjir tahun ini tidak separah tahun
sebelumnya. Debit banjir tahun ini dibandingkan dengan sepuluh tahun lalu sudah
banyak berubah. Dengan pengerukan, pelebaran, dan normalisasi sungai yang terus
dilakukan, saya perhatikan terus membaik kok keadaannya, … (kompas.com)”
Jadi, jika banjir di Jakarta atau Jakarta masih kebanjiran pada 2014,
maka, ikuti kata-kata Jokowi ketika menanggapi para pengkritiknya, “Saya
baru setahun! Bagaimana dengan mereka yang sudah 10 tahun, 20 tahun!?” Bagiku,
secara tak langsung, Jokowi dan juga pernyataaan Dirjen Sumber Daya Air
Kementerian Pekerjaan Umum Muhammad Hasan, sudah menjawab semua pengkritik
Jokowi-Ahok tentang penyebab banjir di Jakarta.
So, jika Jakarta masih kebanjiran dan banjir di Jakarta, agaknya merupakan
akibat morat-moratinya penataan kota, dan sisa-sisa ketidakberesan pemerinta
DKI (dan Pusat) sebelumnya. Dan lebih dari itu, bisa jadi Rencana Tata Ruang
DKI, sudah menjadi Plan Tata UANG di DKI, sehingga siapa yang punya
uang bisa menata DKI sesuai kehendaknya, tanpa peduli
lingkungan, tata kota, atau hal-hal yang bisa berakibat banjir di DKI.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Provinsi DKI Jakarta (BPBD DKI), Danang Susanto mengatakan, titik banjir
di era kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menurun. “Titik
banjir menurun, saat ini ada 35 titik banjir di Jakarta,” ujar Danang di
Jakarta, Senin (13/1/2014). Menurut Danang, menurunnya titik banjir di
Jakarta lantaran proses normalisasi sungai dan waduk sudah berjalan meski belum
maksimal.
Sebelum kepemimpinan Joko Widodo, titik banjir di Jakarta sebanyak 75 titik
banjir. Kemudian memasuki era kepemimpinan Fauzi Bowo atau Foke, titik banjir
berkurang menjadi 62 titik. “Berkurangnya titik banjir tersebut karena
adanya Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur yang mampu menampung debit air
yang besar,” kata Danang.
Namun, menurut data dari Traffic Management Center (TMC) Polda Metro Jaya,
ada 26 titik banjir di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2014 kemarin, sehingga
menyebabkan kemacetan parah di beberapa titik jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar