Dari
tahun ke tahun, Jakarta tidak pernah lolos dari musibah banjir. Setiap pemimpin
Ibu Kota ini memiliki cara tersendiri mengatasi masalah klise tersebut. Apa
perbedaan pengendalian banjir yang dilakukan di dua masa kepemimpin di DKI
Jakarta, yakni Joko Widodo (Jokowi)-Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dan Fauzi Bowo
(Foke)-Prijanto?
Kepala Bidang Perawatan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum DKI
Jakarta Djoko Soesetyo mengungkapkan, ada perbedaan signifikan di antara
keduanya. Jokowi, kata dia, lebih detail mengatasi banjir melalui perawatan
sungai, waduk, saluran.
"Kalau dulu, kali, sungai, waduk, ngeruk-nya pakai tenaga manusia.
Makanya, butuh waktu lama. Kalau saat ini, pengerukan lebih banyak menggunakan
alat-alat berat sehingga waktu yang dibutuhkan cukup cepat," ujar Djoko
saat menemani Jokowiblusukan di Cakung Drain, Jakarta Utara, Selasa
(20/11/2013).
Namun, pengerukan dengan menggunakan alat berat, kata Djoko, membuat
mekanisme bertambah. Pertama, perlu ada pengadaan alat berat lantaran jumlah
alat berat yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih sedikit. Untuk
itu, dalam APDB 2014 sudah dimasukkan pos anggaran pengadaan alat berat. Kedua,
perlu waktu untuk implementasi pengerukan lantaran harus menggandeng perusahaan
yang biasa mengoperasionalkan alat berat.
"Kita cuma punya enam unit alat berat, untungnya tahun depan
mau ditambah karena perawatan (kali, waduk) ke depan dilakukan setiap hari.
Makanya, kita gandeng perusahaan. Tapi, prosesnya lama karena harus melalui
tender dulu, padahal kita butuh cepat," katanya.
Lebih rajin
Pengamat tata kota, Yayat Supriatna, juga menilai positif kinerja
Jokowi-Ahok dalam mengatasi banjir. Meski baru sekitar setahun menjabat, upaya
Jokowi mengatasi banjir dianggapnya lebih nyata ketimbang Foke, baik dari cara
struktural maupun non-struktural.
Melalui
cara struktural, Jokowi dinilai lebih rajin sowan kepada pemerintah pusat, dalam hal ini
Kementerian Pekerjaan Umum. Tidak hanya itu, Jokowi juga aktif melakukan
komunikasi dengan pemerintah kota di sekitar Jakarta. Jokowi juga lebih rajin
mencari cara mengatasi banjir dengan bekerja sama dengan instansi negara.
"Tapi, memang pemerintah pusatnya yang saat ini belum terlalu
aktif turun tangan menjalankan tugasnya. Tapi, dengan Jokowi rajin ke pusat, ia
tahu jadwal pekerjaan Kemen PU. Kan dengangitu Jokowi jadi mudah melakukan pemetaan
kerja," ujar Yayat.
Adapun cara non-struktural, lanjut Yayat, Jokowi jauh lebih canggih
ketimbang Foke. Jokowi lebih memberdayakanstakeholder di Ibu Kota, mulai dari perusahaan
untuk danacorporate social responsibility (CSR), memberdayakan masyarakat di
lingkungan, menggandeng musisi, seniman untuk kampanye lingkungan bersih.
Bahkan, kata dia, sampai hal kecil, tetapi diyakini berimbas signifikan,
misalnya membuat sumur resapan dalam di jalan-jalan.
"Ini tidak dilakukan oleh pendahulu. Sebelumnya lebih
mengandalkan anggaran Pemda atau pinjaman asing. Tapi, bahayanya, pas tidak ada
dana, mentok, ya tidak melakukan apa-apa. Padahal, banjir itu kan penanganannya
butuh waktu cepat dan sigap," kata Yayat.
Target
meleset
Hingga saat ini, Pemprov DKI Jakarta terus menormalisasi 13 sungai,
12 waduk, dan 884 saluran penghubung di Ibu Kota. Namun, Jokowi memastikan
normalisasi tidak selesai sesuai target awal pada Desember 2013. "Ada 12
waduk. (Sampai saat ini) paling baru selesai sekitar 20 persen," ujar
Jokowi.
Jokowi menampik Dinas Pekerjaan Umum DKI tak bekerja dengan baik.
Menurutnya, telatnya pengesahan APBD berimbas kepada telatnya pengerjaan
sejumlah proyek.
Tidak hanya itu, banyaknya penduduk di bantaran waduk juga menjadi
penghambat normalisasi. Selain itu, padatnya permukiman warga mengakibatkan
alat berat tidak bisa masuk ke dalam waduk itu. Di sisi lain, untuk merelokasi
warga bantaran, Pemprov DKI diketahui kekurangan rusun. Alhasil, normalisasi
tak sesuai dengan harapan.
Situasi tersebut, lanjut Jokowi, sangat disayangkan. Pasalnya, 12
waduk tersebut kondisinya sangat memprihatinkan. Puluhan tahun tidak pernah
dinormalisasi, penuh sampah, ditutup tanaman eceng gondok, dan bantarannya
dikuasai permukiman penduduk.
"Kita
akuilah. Kita ngomong apa adanya. Ngeruk Waduk Pluit ajabelum
tentu rampung, apalagi banyak, butuh waktu," lanjutnya.
Meski demikian, Jokowi memastikan normalisasi waduk akan menjadi
program prioritas Pemprov Jakarta dalam APBD 2014. Tahun ini, kata Jokowi,
boleh meleset. Tahun depan, ia yakin target menormalisasi waduk dengan
kedalaman tertentu dapat tercapai.
sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2013/11/20/0804066/Atasi.Banjir.Apa.Bedanya.Foke.dengan.Jokowi.
sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2013/11/20/0804066/Atasi.Banjir.Apa.Bedanya.Foke.dengan.Jokowi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar