Menurut data Badan
Pusat Statistik, kenaikan harga terjadi utamanya pada kelompok bahan makanan
sebesar 5,46% dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar
9,6%.
Tingkat inflasi tahun
kalender periode Januari hingga Juli 2013 tercatat sebesar 6,75% dan tingkat
inflasi tahunan dari Juli 2012 ke Juli 2013 melonjak naik 8,61%.
Nilai tersebut memang
cukup mengejutkan dan berada di luar ekspektasi pasar.
Analis memperkirakan
3,02% dan itu sudah cukup tinggi. Tapi mungkin yang tidak diperhitungkan adalah
kenaikan harga pangan di awal bulan terkait daging sapi dan pelemahan rupiah,
sehingga harga daging impor relatif lebih mahal.
Pengeluaran di semua
aspek juga meningkat termasuk emas yang tiga bulan terakhir menekan inflasi,
tapi bulan ini malah mendorong naik.
Secara umum ini memang
akumulasi dari banyak faktor termasuk kenaikan harga bahan bakar minyak, tahun
ajaran baru, puasa lebaran, pelemahan rupiah, dan pasokan pangan yang tidak
tersedia secara cukup,
Inflasi ini dapat
membuat Bank Indonesia kembali memperketat dan menaikan kebijakan suku bunga.
BI sudah menaikan BI
rate dua kali, yaitu pada Juni sebesar 25 basis poin dan Juli sebesar 50 basis
poin, menjadi 6,5%.
Daya beli melemah
Daya beli masyarakat
yang menurun dapat menekan pertumbuhan ekonomi menjadi di bawah 6%. Kenaikan
harga dihampir semua aspek ini akan berdampak pada penurunan daya beli
masyarakat ke depan.
"Saat ini mungkin
belum terasa karena secara tradisi, di bulan Ramadan akan ada kebutuhan
konsumsi yang besar, tetapi nanti setelah Agustus, penurunan daya beli bisa
terasa," sambungnya.
Penurunan konsumsi
diperkirakan akan menekan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PBD) pada kuartal
empat, sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2013 diproyeksi berada
di bawah 6%.
"Inflasi akhir
tahun mungkin bisa 8% hingga 8,5%. Sementara pertumbuhan ekonomi ada potensi
bisa mencapai 5,9%," kata Lana.
Prediksi ini berada di
bawah asumsi makro APBN-Perubahan 2013 yang menargetkan pertumbuhan ekonomi
sebesar 6,3% dan laju inflasi sebesar 7,2%.
Sementara itu, inflasi
Juli yang cenderung tinggi ini juga akan berdampak negatif kepada pelemahan
rupiah yang sudah terjadi dalam beberapa pekan terakhir.
"Akan membuat
rupiah sulit menguat karena perbedaan inflasi Indonesia dan Amerika akan semakin
lebar," lanjutnya.
Pelemahan nilai rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat yang terjadi dalam dua pekan terakhir
diperkirakan akan terus berlanjut hingga beberapa pekan mendatang.
Kecenderungan itu
kemudian berlanjut pada 2013 karena permintaan dolar yang lebih besar dari
ketersediaannya.
Ada beberapa faktor
yang mendorong pelemahan tajam rupiah kali ini, diantaranya adalah defisitnya
neraca perdagangan, ketidakpastian ekonomi di Indonesia, dan tingkat inflasi
yang mengkhawatirkan dan sentimen dari ekonomi Amerika Serikat.
"Kenaikan bahan
bakar minyak dan bulan puasa dikhawatirkan membuat inflasi melonjak sehingga
banyak yang memperkirakan inflasi tahun ini bisa sekitar 8% hingga 8,5%.
Biasanya, di negara dengan ekonomi yang inflasinya tinggi tidak menarik bagi
investor.
Angka inflasi pasca
kenaikan harga BBM kemungkinan akan terus merangkak naik jika pemerintah tidak
bisa mengendalikan harga bahan pangan dan tarif transportasi, dua penyumbang
utama angka inflasi nasional.
Harga bahan pangan
seperti sayur-sayuran di sejumlah pasar telah naik dan terus merangkak setelah
kepastian pencabutan sebagian subsidi harga BBM disampaikan oleh pemerintah
beberapa waktu lalu.
Sudah pasti dampak
akibat kenaikan BBM ini ada: harga bawang merah, rawit merah itu bisa naik 10
sampai 15 persen, ngga naik BBM aja harga sudah rusak apa lagi naik BBM
Sementara harga beras
sejauh ini menurut pedagang lain di pasar yangs ama mengalami kenaikan meski
tidak besar.
Sudah mengeluh
Pelemahan rupiah saat
ini sudah membuat industri mengeluh karena biaya produksi meningkat, terutama
bagi industri yang bergantung pada bahan baku impor.
"Dalam beberapa
bulan ke depan, kita belum melihat sentimen positif yang dapat memperkuat
rupiah dari dalam dan luar negeri."
"Ini akan
berdampak pada harga jualnya, masalahnya terjangkau atau tidak oleh
masyarakat?" katanya. Namun, menurutnya sulit bagi Bank Indonesia untuk
menstabilkan rupiah, pasalnya devisa negara juga sudah menipis.
"Ini sulit karena
sistem kita adalah sistem devisa bebas, dimana investor asing bisa masuk dan
keluar dengan bebas tanpa ada holding period tertentu. Selama sistem belum
diubah, kita akan terus mengalami gejolak seperti ini."
Suplai bahan pangan
Deputi Bidang
Statistik Distribusi dan Jasa Sasmito Hadi Wibowo mengatakan pemerintah harus
mampu mengendalikan kenaikan tarif transportasi dan kesediaan bahan pangan
untuk menjaga agar inflasi tak meroket.
Tugas pemerintah
adalah bekerja keras menstabilkan harga pangan agar pasokan mencukupi dan
mencegah tarif tranportasi naik lagi.
Inflasi tahun ini
diramalkan akan meroket jauh meninggalkan angka inflasi tahun lalu yang menurut
BPS hanya 4,3%. Prediksi Bank Indonesia menyebut laju inflasi 2013 akan
mencapai 7,7% akibat naiknya harga BBM, lebih tinggi dari target pemerintah
dalam RAPBN-P 2013 yang menyebut inflasi 7,2%.
Menurut pengamat
ekonomi Hendri Saparini, bilangan inflasi yang meroket ini akan sulit diikuti
oleh daya beli warga miskin bahkan jika kelompok rentan ini sudah menerima
bantuan tunai, BLSM.
"Harga makanan
ini dalam lima tahun terakhir inflasinya mencapai 55 sampai 60 persen artinya
setiap tahun rata-rata sekitar 15 persen. Bayangkan pendapatan mereka tidak
akan meningkat sebesar itu, jadi tanpa kita lakukan kajian kita bisa tahu ada
kelompok paling bawah yang terkena daya belinya karena kenaikan harga bahan
makanan yang signifikan," kata Hendri.
Jumlah orang miskin turun
Pemerintah menyertakan
program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat, BLSM, sebagai jaring pengaman
untuk masyarakat miskin untuk jangka waktu empat bulan. Namun mekanisme
penyaluran dan efektifitasnya banyak dipertanyakan, terutama karena dianggap
tak tepat sasaran.
Badan Pusat Statistik
dalam data yang disampaikan hari ini mengatakan sebelum terjadinya kenaikan
harga BBM tahun ini, jumlah penduduk miskin dalam lima tahun terakhir mengalami
penurunan.
Jumlah orang miskin
kemungkinan bertambah pasca penaikan harga BBM.
Lembaga itu mengatakan
jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2013 mencapai 28,07 juta orang
atau 11,37 persen.
Jika dibandingkan
dengan jumlah penduduk miskin pada September 2012, maka selama enam bulan
tersebut terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 0,52 juta orang.
"Upah harian
buruh tani dan bangunan meningkat selama periode September 2012-Maret 2013
yaitu maing-masing 2,08 persen dan 9,96 persen," jelas Ketua BPS Suryamin
tentang salah satu faktor penyebab menurunnya jumlah orang miskin.
Menteri Keuangan,
Chatib Basri sebelumnya mengatakan jumlah orang miskin pasca kenaikan harga BBM
akan mencapai 4 juta orang namun jumlah itu akan tertutupi dengan dana Bantuan
Langsung Sementara Masyarakat yang dikucurkan sebesar Rp150 ribu per rumah
tangga selama empat bulan.
Namun nilai bantuan
sebesar Rp150 ribu yang diberikan oleh pemerintah diragukan bisa membantu
kelompok miskin.
"Besarannya ini
kan Rp150 ribu untuk perbulan, hitungannya harus dijelaskan kepada publik
karena setiap wilayah inflasinya kan berbeda dan apakah benar bahwa dari 2005
sejak BLT diberikan sebesar Rp100 ribu kemudian menjadi Rp150 ribu di tahun
2013 itu memang pas, karena kalau kompensasi harus mengkompensasi penuh dan
bukan mengurangi beban," kata Hendri Saparini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar