ASEAN Economic Community (AEC) 2015 adalah komunitas negara-negara di
kawasan Asia Tenggara yang bergabung demi terwujudnya ekonomi yang
terintegrasi. Banyak pihak memandang positif mengenai AEC namun tidak
sedikit yang sinis terhadap isu AEC 2015. AEC 2015 dipandang mirip dengan
versi awal Eurozone.
Awal
Mula AEC 2015 Tahun 1997, pemuka-pemuka ASEAN berunding dalam KTT
Informal ASEAN ke-2 di Kuala Lumpur. Mereka memutuskan untuk membentuk
ASEAN menjadi kawasan yang stabil, sejahtera, dan kompetitif dengan
pembangunan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan disparitas
sosial ekonomi antar negara di ASEAN (ASEAN Vision 2020).
Selanjutnya, pada KTT ASEAN ke-9, tahun 2003 di Bali, Forum Ketua
ASEAN bertemu kembali dan mendeklarasikan Bali Concord II yang didalamnya
termuat pembentukan AEC. AEC adalah realisasi dari tujuan akhir
ekonomi terintegrasi sebagai garis besar ASEAN Vision 2020. Pada KTT ini
juga ditambahkan lagi dua pilar yang menjadi pertimbangan ASEAN
Community, yaitu ASEAN Security Community
dan ASEAN Socio-Cultural Community.
dan ASEAN Socio-Cultural Community.
Sedangkan KTT ke-12 yang berlangsung pada Januari 2007
menghasilkan komitmen untuk mempercepat terwujudnya ASEAN Vision 2020
dengan pembentukan ASEAN Community 2015. Pemimpin ASEAN setuju untuk
mempercepat AEC pada tahun 2015 dan membentuk ASEAN menjadi
region dengan free movement of goods, services, investment, skilled
labour, and freer flow of capital.
Para petinggi negara memandang bahwa pengintegrasian ekonomi melalui
AEC 2015 penting bagi pertumbuhan ekonomi Asia khususnya ASEAN. Dengan
sistem free flow of goods, ASEAN, sebagai komunitas ekonomi
terintegrasi, dapat menjadi pasar penyedia faktor produksi bagi
Negara
di seluruh dunia. Sehingga kedepan, pasar modal ASEAN dapat menjadi tujuan
penanaman modal global. ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang
telah berjalan, sudahmeningkatkan pertumbuhan ekonomi ASEAN
dengan kebijakan bebas tarif (zero tarrifs), bagaimanapun free flow
of goods tidak hanya memerlukan bebas tarif tetapi juga bebas
non-tariff barriers (lisensi impor dan ekspor, pembatasan perdagangan,
pembatasan embargo).
MelaluiAEC
2015, free flow of goods akan dimaksimalkan
dengan peraturan bebas tarif dan bebas non-tariffs barriers.
Kesiapan
Indonesia
Jika konteks AEC 2015 adalah capital flow, service flow, dan labor flow, Indonesia sudah siap tentunya. Indonesia sudah mengalami capital flow, service flow, dan labor flow sejak tahun 1980-an, dimana banyak perusahaan mutinasional yang berdiri di Indonesia.
Perusahaan multinasional ini memiliki modal dan tenaga kerja yang
berasal dari berbagai negara. Perjanjian perdagangan internasional
juga telah Indonesia jalani, salah satunya ACFTA. Sejak
berlakunya ACFTA, pertumbuhan ekonominya Indonesia terbukti stabil
dikisaran 6,1 persen (2010); 6,5 persen (2011); dan 6,1 persen ( 2012).
Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5 persen
dibandingkan dengan
tahun 2010.
tahun 2010.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2012 terjadi pada semua sektor ekonomi
dengan pertumbuhan tertinggi di Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 10,7
persen dan terendah di Sektor Pertambangan dan Penggalian 1,4 persen.
Sementara PDB (tidak termasuk migas) tahun 2011 tumbuh 6,9 persen.
Dengan
adanya perdagangan bebas, industri Indonesia meningkat. Lapangan pekerjaan
menjadi lebih
luas sehingga mengurangi pengangguran.
luas sehingga mengurangi pengangguran.
Grafik
Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja, dan Penganggur 2010–2012
(juta orang).
Sumber: Laporan Bulanan Data Sosial ekonomi. Katalog
BPS: 9199017
Edisi 24, mei 2012
BPS: 9199017
Edisi 24, mei 2012
Meskipun Indonesia mampu menjaga pertumbuhan ekonominya di angka 6%,
ada beberapa hal perlu diantisipasi dengan adanya AEC 2015 ini. Kita mulai
dari Elimination of Non-Tariff Barriers dan Single
Window.
Tujuan dibentuknya AEC 2015 semata-mata untuk
mengakomodasi kepentingan negara-negara di kawasan ASEAN, sedangkan
perdagangan yang terjadi antara negara anggota ASEAN saat ini masih belum
efektif dengan adanya non- tariff barriers. ASEAN perlu menerapkan
peraturan bebas non-tariff barriers.
Selain itu, memaksimalkan pertumbuhan ekonomi ASEAN juga dilakukan
melalui kebijakan Single Window. Single Window adalah
standarisasi dari proses dan prosedur perdagangan yang meliputi pengintegrasian
data dan informasi perdagangan sehingga mengurangi waktu dan biaya
dalam bertransaksi. Melalui AEC 2015, produk dan tenaga kerja asing akan
lebih fleksibel masuk ke tiap negara anggota ASEAN.
Data BPS, 6 Februari 2012, menunjukkan pertumbuhan konomi Indonesia
tertinggi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi (10,7 persen). Sektor
industri yang bercokol di tingkat bawahnya adalah industri
perdagangan, hotel, dan restoran (9,2 persen).Sedangkan sektor
indusri pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan adalah yang
terendah (3 persen).
Data
dari BPS tersebut menandakan bahwa Industri Indonesia masih bersifat
padat modal (belum padat karya). Sedangkan dari sisi tenaga kerjanya
sendiri, tenaga kerja di Indonesia berjumlah 109 juta jiwa dan sebanyak
54,2 juta lulusan SD (Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, 2011). Jadi bayangkan rendahnya kualitas tenaga kerja
kita. Masyarakat Indonesia masih sedikit yang bekerja sebagai tenaga ahli
Industri diberbagai sektor tersebut.
Hal yang perlu dilakukan
Antisipasi terhadap AEC 2015 sangat diperlukan, terutama di bidang pengembangan sumber daya manusia (SDM). Hal ini mengingat Elimination of Non-Tariff Barriers dan Single Window mengakibatkan tenaga kerja dari luar negeri akan lebih mudah bermigrasi ke Indonesia. Mereka (tenaga kerja asing) yang memiliki keahlian di atas keahlian SDM Indonesia, tentu akan mendapat pekerjaan di perusahaan yang ada di Indonesia.
Sulit bagi kita bersaing dengan tenaga kerja asing jika kita tidak
memiliki skill yang memadai. Akibatnya, pengangguran
meningkat. Disamping itu, Elimination of Non-Tariff Barriers dan Single
Window juga membawa dampak pada UMKM. Banjir produk impor yang
lebih murah dan berkualitas baik, akan menggeser usaha UMKM. Di saat
seperti inilah kualitas produk dengan harga terjangkau sangat bermain
untuk mengambil hati konsumen.
Perdagangan
yang akan kita jalani adalah perdagangan yang sangat selektif dan
kompetitif. Peraturan pemerintah mengenai perlindungan produk dalam negeri
saja tidak cukup jika tidak diimbangi dengan peningkatkan SDM.
Dengan peningkatan kualitas SDM, kita dapat bertahan dalam perdagangan
ini. Peningkatan SDM berpengaruh terhadap peningkatan nilai jual produk,
maupun nilai jual tenaga kerja.