Ibu Any Yudhoyono, target operasi utama
inteligen Australia
Jakarta. Hingar bingarnya gesekan antara
Indonesia dengan Australia dalam soal penyadapan intelijen semakin marak
akhir-akhir ini, setelah media Australia membeberkan alasan intelijen
negeri Kanguru itu menyadap telepon Ibu Ani Yudhoyono pada 2009.
Intelijen kini menjadi bintang media yang terus diberitakan karena
dibocorkannya informasi intelijen oleh Wikileaks dan Edward Snowden. Kini
masyarakat dunia semakin percaya betapa besarnya peran intelijen dalam
pembuatan rencana dan pengambilan keputusan. Disamping kepercayaan besarnya
daya rusak intelijen terhadap lawannya.
Besar dan pentingnya nilai informasi intelijen sudah lama menjadi
ilmu terapan, dimana Sun Tzu,seorang ahli strategi perang
jaman dahulu dari China misalnya menekankan pentingnya intelijen. Strategi
perang Sun Tzu yang ditulis dalam 13 langkah sederhana, dimulai dari
perencanaan perang hingga intelijen. Namun, kalau di urut, inti sarinya cuma
ada tiga langkah. Yaitu, mengenal diri Anda dengan baik, mengenal musuh Anda,
dan mengenal tempat di mana kita bertarung.
Dalam langkah terakhirnya dia menganjurkan pemakaian
intelijen untuk memastikan keberhasilannya. Disebutkannya, bahwa kemenangan
tertinggi adalah memenangkan perang tanpa satu pertempuran pun. Artinya, kalau
kelemahan musuh sudah diketahui, kita akan selalu beberapa langkah lebih maju
dari musuh, maka kemenangan sudah ditangan kita.
Nah, itulah yang terjadi kini antara Indonesia dan Australia.
Badan intelijen Australia, Australian Signals Directorate (ASD) yang dahulu
bernama Defence Signals Directorate (DSD) diberitakan oleh media
Australia, The Australian, pada Sabtu (14/12) terkait soal
penyadapan yang dilakukan terhadap Ibu Negara Ani Yudhoyono. Media tersebut
menyatakan DSD mengutip pembocoran kawat Kedutaan Besar Amerika Serikat
di Jakarta oleh Wikileaks yang menyebutkan alasan mengapa Ibu Ani menjadi
target penyadapan intelijen Australia.
Kawat diplomatik yang dikirim dari Kedutaan Amerika Serikat di
Jakarta tanggal 17 Oktober 2007 kepada diplomat Amerika Serikat di
Canberra dan CIA. Selain itu juga dikirimkan kepada jaringan khusus
perwakilan dan kantor intelijen AS di China Beijing, India New Delhi,
Japan Tokyo, National Security Council, New Zealand Wellington, Papua New
Guinea Port Moresby, Secretary of Defense, Secretary of State, The
Association of Southeast Asian Nations, United States Pacific
Command. Isi kawat diplomatik berjudul A CABINET OF ONE - INDONESIA'S
FIRST LADY EXPANDS HER INFLUENCE.
Menurut The Australian, kabel berbicara tentang "dinamika
baru" dalam keseimbangan kekuatan politik di Indonesia dengan
munculnya seorang pemain yang menjadi penasihat paling berpengaruh bagi
Presiden SBY. Penengah baru yang berpengaruh itu menurut kabel tersebut
adalah isteri Presiden SBY, Kristiani Herawati atau biasa dipanggil Ibu
Ani.
Menurut insider agen DSD (Anonim), menyatakan ketika keputusan
diambil DSD untuk memantau telepon dari Presiden Yudhoyono dan rekan paling
senior dalam kepemimpinan, diyakini ada alasan kuat untuk juga menargetkan
handset ponsel E-90 3G wanita pertama di Indonesia tersebut (Ibu Ani).
"Untuk memantau pikiran dan koneksi dari penasihat politik terdekat
presiden yang sangat berguna. Dengan siapa dia berurusan tentang masalah
keuangan , dengan siapa berurusan dengan partai , apa struktur dan apa basis
kekuatan pergeseran di Indonesia? Setiap badan intelijen dipastikan akan senang
bila memiliki informasi tersebut," katanya kepada The Australian.
Badan-badan intelijen percaya ada alasan keamanan nasional yang
jelas untuk membenarkan Ibu Negara di Indonesia itu dijadikan target.
Keputusan untuk memantau telepon itu disengaja dan diperhitungkan, dan tidak
didasarkan hanya pada gagasan sembarangan bahwa DSD melakukan penyadapan hanya
karena bisa.
Seperti yang diungkapkan oleh WikiLeaks : "Ibu Ani adalah
satu-satunya orang dekat Presiden yang benar-benar bisa dipercaya pada setiap
masalah, dimana Presiden pada paruh kedua masa jabatannya , semakin erat
bergerak bersama dengan istrinya ." Kabel juga menyebutkan, menurut Yahya
Asegaf, seorang yang diangkat secara politik di Badan Intelijen Negara (BIN) ,
menjadi lebih jelas bahwa pendapat wanita pertama (Ibu Ani) adalah satu-satunya
yang penting." Dengan memonitor wanita pertama , lembaga Australia
juga berharap untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas dari posisi keuangan
keluarga pertama di Indonesia dan jaringan patronase yang mengalir dari itu.
Dituliskan juga oleh media tersebut, " Ibu Negara
Kristiani Herawati semakin berusaha untuk memanfaatkan keuntungan pribadi
dengan bertindak sebagai broker atau fasilitator untuk usaha bisnis. Banyak
kontak juga memberitahu kita bahwa anggota keluarga Kristiani ini telah mulai
membangun perusahaan untuk mengkomersilkan pengaruh keluarga mereka ."
Tidak ada bukti menyebutkan bahwa Pak SBY atau Ibu Ani sengaja
memberi dukungan finansial dan politik untuk setiap elemen Islam radikal untuk
mendekati mereka, keduanya adalah lawan gigih ekstremisme dan terorisme ,
dan merupakan pendukung kuat untuk Indonesia yang sekuler. Pada bulan
Agustus 2009 , setelah dokumen Snowden membuka rahasia ulah intelijen
Australia, DSD berusaha untuk memantau pemikiran para pemimpin Indonesia ,
termasuk SBY dan istrinya , agen mata-mata Australia sibuk mencoba untuk
memecahkan misteri pemboman bulan sebelumnya di Marriott dan Ritz -
Carlton hotel Jakarta yang menewaskan tujuh orang , termasuk tiga warga
Australia .
Selain itu, dalam data Wikileaks yang bersumber dari data
intelijen Australia pada Oktober 2007 disebutkan, mereka mengorek informasi
dari penasihat SBY, TB Silalahi. Disebutkan TB Silalahi menyebut soal pengaruh
Ibu Ani yang bahkan hampir membuat sepupunya, Sudi Silalahi, yang duduk di
kabinet mengundurkan diri. Menanggapi hal itu, ketika ditemui media, Sudi
juga membantah adanya peran Ibu Negara Ani Yudhoyono dalam mempengaruhi
keputusan yang diambil Presiden SBY. Selain itu Jubir Presiden SBY, julian
Aldrin Pasha mengatakan bahwa informasi Wikileaks tidak bermutu dan sumbernya
tidak jelas.
Analisis
Ketegangan dan kerenggangan diplomatik antara pemerintah kedua
negara, Indonesia dan Australia nampaknya akan terus berlanjut. Perbaikan
hubungan inisiatif berada pada sisi Indonesia sebagai pihak yang tersakiti dan
pantas marah. Tetapi bola panas berada di tangan Australia. Australia di
sisi yang tertekan mengharap down
grade hubungan
segera naik dan segera pulih. Indonesia menetapkan enam step untuk pemulihan
hubungan, dan kini baru berjalan satu langkah. Pemerintah Australia yang diwakili
Menlu Julie Bishop selama ini sudah tiga kali berkunjung ke Indonesia, pada
kunjungan terakhirnya menyatakan pemerintahnya menyesalkan terjadinya
penyadapan.
Kini, media Australia menayangkan kabar, membuka alasan mengapa
intelijen Australia melakukan penyadapan terhadap Ibu Negara Ani Yudhoyono
seperti yang diberitakan oleh Snowden. Dasar penyadapan menurut The Australian
dikatakan berdasarkan informasi dari badan intelijen Australia yang bersumber
dari kabel diplomatik Kedubes AS di Jakarta tanggal 17 Oktober 2007 tentang
besarnya peran Ibu Ani dalam hal kepemimpinan Presiden SBY.
Berita yang dilansir media Australia jelas merupakan upaya
pembenaran dari sisi kepentingan nasional Australia. Sebagai negara demokrasi,
aksi spionase berupa penyadapan banyak dikutuk oleh masyarakat internasional.
Oleh karena itu nampaknya intelijen Australia mencoba menetralisir kemungkinan
tekanan terhadap negaranya dan kemudian berusaha melibatkan pihak Amerika
Serikat.
Dalam tindakan ini penulis melihat sebuah langkah serangan
intelijen "conditioning," bak pisau bermata dua. Disatu sisi
penyadapan tidak disalahkan oleh lawan politik pemerintah, terkait sikap PM
Tony Abott, kedua ada pressure psikologis pembukaan sedikit rahasia dari Ibu
Ani Yudhoyono. Mereka menjadi lebih berani bermain fakta, dengan kata broker,
kemampuan Ibu Ani dengan perspektif kebijakan yang dipilihnya sendiri,
pengaruhnya terhadap kekuatan Islam , pembagian kekuasaan antara presiden dan
isterinya serta tuduhan mengerahkan kekuasaan atas make up kabinet.
Apa yang terbaca dari strategi Australia? Nampaknya pemerintah
Australia menginginkan segera pulihnya hubungan diplomatik kedua negara dalam
batas normal. Jadi secara halus tetapi nyata, pesan penggalangan tersebut
disalurkan melalui jalur media, dengan harapan sikap dan keputusan keras
pemerintah Indonesia di nilai kembali. Intelijen Australia jelas sudah sangat
memahami baik karakter serta sifat dan perilaku para pejabat Indonesia.
Jadi apa yang sebaiknya dilakukan Indonesia? Diakui atupun tidak,
Australia sudah berada di depan dua dan bahkan tiga langkah, karena mereka
menguasai informasi dari Presiden SBY dan Ibu Ani, termasuk para pejabat tinggi
di Indonesia. Australia menggunakan referensi AS dan menyebut nama Yahya Asegaf
(BIN), TB Silalahi dan Sudi Silalahi, yang disebutkan memberikan pernyataan
miring kepada pemerintahan Presiden SBY. Penulis perkirakan rahasia, dan bahkan
hal yang paling sensitifpun mungkin sudah mereka pegang. Ini bisa
dikalkulasikan, karena selama ini kita tidak sadar bahwa jalur komunikasi
terbuka dan tertutup pejabat kita sudah disadap.
Memang dengan semangat nasionalisme, kita tidak perlu takut
menghadapi kelakuan Australia, tetapi dilain sisi akan lebih smart dan
bijak apabila rasa tanpa takut itu ditinjau kembali (diukur ulang). Bisa saja
setiap saat beberapa rahasia sensitif akan mereka publikasikan di Australia
atau mereka meminjam tangan lain dan melemparkan ke publik. Sebaiknya memang
tekanan agak dikurangi dan hubungan segera dipulihkaan. Kita tidak bisa
mengharap Australia akan menjadi negara baik yang tidak akan menyadap kembali,
sulit membuktikannya baik secara material ataupun faktual.
Yang bisa dilakukan adalah kita berdiri sama tegak dengan
Australia, tangkal upaya penyadapan kedepan dengan meningkatkan kesadaran
sekuriti, naikkan anggaran Intelijen agar kemampuannya meningkat pesat. Penulis
setuju Lembaga Sandi Negara yang kini dibawah Kemhan di kembalikan di bawah
BIN. Perlu disadari bahwa Australia kini gundah dengan naiknya pamor pesawat
tempur Indonesia buatan Rusia. Kita lakukan pemeriksaan sekuriti komunikasi dan
berdayakan para ahli komunikasi dan enkripsi di dalam negeri. Kalau kita niat,
pasti mampu dan bisa. Sudah tidak waktunya kita marah, mereka tetap tersenyum.
Seperti kata Sun Tzu kita bisa dan sudah kalah sebelum berperang. Itulah
intelijen yang harus diantisipasi.
sumber : http://ramalanintelijen.net/?p=7835
Tidak ada komentar:
Posting Komentar