Kamis, 30 Januari 2014

Dampak pelemahan rupiah terhadap daya beli masyarakat

Menurut data Badan Pusat Statistik, kenaikan harga terjadi utamanya pada kelompok bahan makanan sebesar 5,46% dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 9,6%.
Tingkat inflasi tahun kalender periode Januari hingga Juli 2013 tercatat sebesar 6,75% dan tingkat inflasi tahunan dari Juli 2012 ke Juli 2013 melonjak naik 8,61%.
Nilai tersebut memang cukup mengejutkan dan berada di luar ekspektasi pasar.

Analis memperkirakan 3,02% dan itu sudah cukup tinggi. Tapi mungkin yang tidak diperhitungkan adalah kenaikan harga pangan di awal bulan terkait daging sapi dan pelemahan rupiah, sehingga harga daging impor relatif lebih mahal.
Pengeluaran di semua aspek juga meningkat termasuk emas yang tiga bulan terakhir menekan inflasi, tapi bulan ini malah mendorong naik.
Secara umum ini memang akumulasi dari banyak faktor termasuk kenaikan harga bahan bakar minyak, tahun ajaran baru, puasa lebaran, pelemahan rupiah, dan pasokan pangan yang tidak tersedia secara cukup,
Inflasi ini dapat membuat Bank Indonesia kembali memperketat dan menaikan kebijakan suku bunga.
BI sudah menaikan BI rate dua kali, yaitu pada Juni sebesar 25 basis poin dan Juli sebesar 50 basis poin, menjadi 6,5%.

Daya beli melemah

Daya beli masyarakat yang menurun dapat menekan pertumbuhan ekonomi menjadi di bawah 6%. Kenaikan harga dihampir semua aspek ini akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat ke depan.
"Saat ini mungkin belum terasa karena secara tradisi, di bulan Ramadan akan ada kebutuhan konsumsi yang besar, tetapi nanti setelah Agustus, penurunan daya beli bisa terasa," sambungnya.
Penurunan konsumsi diperkirakan akan menekan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PBD) pada kuartal empat, sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2013 diproyeksi berada di bawah 6%.
"Inflasi akhir tahun mungkin bisa 8% hingga 8,5%. Sementara pertumbuhan ekonomi ada potensi bisa mencapai 5,9%," kata Lana.
Prediksi ini berada di bawah asumsi makro APBN-Perubahan 2013 yang menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3% dan laju inflasi sebesar 7,2%.
Sementara itu, inflasi Juli yang cenderung tinggi ini juga akan berdampak negatif kepada pelemahan rupiah yang sudah terjadi dalam beberapa pekan terakhir.
"Akan membuat rupiah sulit menguat karena perbedaan inflasi Indonesia dan Amerika akan semakin lebar," lanjutnya.
Pelemahan nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang terjadi dalam dua pekan terakhir diperkirakan akan terus berlanjut hingga beberapa pekan mendatang.
Kecenderungan itu kemudian berlanjut pada 2013 karena permintaan dolar yang lebih besar dari ketersediaannya.

Ada beberapa faktor yang mendorong pelemahan tajam rupiah kali ini, diantaranya adalah defisitnya neraca perdagangan, ketidakpastian ekonomi di Indonesia, dan tingkat inflasi yang mengkhawatirkan dan sentimen dari ekonomi Amerika Serikat.
"Kenaikan bahan bakar minyak dan bulan puasa dikhawatirkan membuat inflasi melonjak sehingga banyak yang memperkirakan inflasi tahun ini bisa sekitar 8% hingga 8,5%. Biasanya, di negara dengan ekonomi yang inflasinya tinggi tidak menarik bagi investor.
Angka inflasi pasca kenaikan harga BBM kemungkinan akan terus merangkak naik jika pemerintah tidak bisa mengendalikan harga bahan pangan dan tarif transportasi, dua penyumbang utama angka inflasi nasional.

Harga bahan pangan seperti sayur-sayuran di sejumlah pasar telah naik dan terus merangkak setelah kepastian pencabutan sebagian subsidi harga BBM disampaikan oleh pemerintah beberapa waktu lalu.
Sudah pasti dampak akibat kenaikan BBM ini ada: harga bawang merah, rawit merah itu bisa naik 10 sampai 15 persen, ngga naik BBM aja harga sudah rusak apa lagi naik BBM
Sementara harga beras sejauh ini menurut pedagang lain di pasar yangs ama mengalami kenaikan meski tidak besar.

Sudah mengeluh

Pelemahan rupiah saat ini sudah membuat industri mengeluh karena biaya produksi meningkat, terutama bagi industri yang bergantung pada bahan baku impor.
"Dalam beberapa bulan ke depan, kita belum melihat sentimen positif yang dapat memperkuat rupiah dari dalam dan luar negeri."
"Ini akan berdampak pada harga jualnya, masalahnya terjangkau atau tidak oleh masyarakat?" katanya. Namun, menurutnya sulit bagi Bank Indonesia untuk menstabilkan rupiah, pasalnya devisa negara juga sudah menipis.
"Ini sulit karena sistem kita adalah sistem devisa bebas, dimana investor asing bisa masuk dan keluar dengan bebas tanpa ada holding period tertentu. Selama sistem belum diubah, kita akan terus mengalami gejolak seperti ini."

Suplai bahan pangan

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Sasmito Hadi Wibowo mengatakan pemerintah harus mampu mengendalikan kenaikan tarif transportasi dan kesediaan bahan pangan untuk menjaga agar inflasi tak meroket.
Tugas pemerintah adalah bekerja keras menstabilkan harga pangan agar pasokan mencukupi dan mencegah tarif tranportasi naik lagi.
Inflasi tahun ini diramalkan akan meroket jauh meninggalkan angka inflasi tahun lalu yang menurut BPS hanya 4,3%. Prediksi Bank Indonesia menyebut laju inflasi 2013 akan mencapai 7,7% akibat naiknya harga BBM, lebih tinggi dari target pemerintah dalam RAPBN-P 2013 yang menyebut inflasi 7,2%.

Menurut pengamat ekonomi Hendri Saparini, bilangan inflasi yang meroket ini akan sulit diikuti oleh daya beli warga miskin bahkan jika kelompok rentan ini sudah menerima bantuan tunai, BLSM.
"Harga makanan ini dalam lima tahun terakhir inflasinya mencapai 55 sampai 60 persen artinya setiap tahun rata-rata sekitar 15 persen. Bayangkan pendapatan mereka tidak akan meningkat sebesar itu, jadi tanpa kita lakukan kajian kita bisa tahu ada kelompok paling bawah yang terkena daya belinya karena kenaikan harga bahan makanan yang signifikan," kata Hendri.

Jumlah orang miskin turun

Pemerintah menyertakan program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat, BLSM, sebagai jaring pengaman untuk masyarakat miskin untuk jangka waktu empat bulan. Namun mekanisme penyaluran dan efektifitasnya banyak dipertanyakan, terutama karena dianggap tak tepat sasaran.

Badan Pusat Statistik dalam data yang disampaikan hari ini mengatakan sebelum terjadinya kenaikan harga BBM tahun ini, jumlah penduduk miskin dalam lima tahun terakhir mengalami penurunan.
Jumlah orang miskin kemungkinan bertambah pasca penaikan harga BBM.
Lembaga itu mengatakan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2013 mencapai 28,07 juta orang atau 11,37 persen.
Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada September 2012, maka selama enam bulan tersebut terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 0,52 juta orang.
"Upah harian buruh tani dan bangunan meningkat selama periode September 2012-Maret 2013 yaitu maing-masing 2,08 persen dan 9,96 persen," jelas Ketua BPS Suryamin tentang salah satu faktor penyebab menurunnya jumlah orang miskin.

Menteri Keuangan, Chatib Basri sebelumnya mengatakan jumlah orang miskin pasca kenaikan harga BBM akan mencapai 4 juta orang namun jumlah itu akan tertutupi dengan dana Bantuan Langsung Sementara Masyarakat yang dikucurkan sebesar Rp150 ribu per rumah tangga selama empat bulan.
Namun nilai bantuan sebesar Rp150 ribu yang diberikan oleh pemerintah diragukan bisa membantu kelompok miskin.
"Besarannya ini kan Rp150 ribu untuk perbulan, hitungannya harus dijelaskan kepada publik karena setiap wilayah inflasinya kan berbeda dan apakah benar bahwa dari 2005 sejak BLT diberikan sebesar Rp100 ribu kemudian menjadi Rp150 ribu di tahun 2013 itu memang pas, karena kalau kompensasi harus mengkompensasi penuh dan bukan mengurangi beban," kata Hendri Saparini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar