Jumat, 18 Oktober 2013

Masyarakat ekonomi ASEAN


ASEAN Economic Community (AEC) 2015 adalah komunitas negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang bergabung demi terwujudnya ekonomi yang terintegrasi. Banyak pihak memandang positif mengenai AEC namun tidak sedikit yang sinis terhadap isu AEC 2015. AEC 2015 dipandang mirip dengan versi awal Eurozone.
Awal Mula AEC 2015 Tahun 1997, pemuka-pemuka ASEAN berunding dalam KTT Informal ASEAN ke-2 di Kuala Lumpur. Mereka memutuskan untuk membentuk ASEAN menjadi kawasan yang stabil, sejahtera, dan kompetitif dengan pembangunan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan disparitas sosial ekonomi antar negara di ASEAN (ASEAN Vision 2020).

Selanjutnya, pada KTT ASEAN ke-9, tahun 2003 di Bali, Forum Ketua ASEAN bertemu kembali dan mendeklarasikan Bali Concord II yang didalamnya termuat pembentukan AEC. AEC adalah realisasi dari tujuan akhir ekonomi terintegrasi sebagai garis besar ASEAN Vision 2020. Pada KTT ini juga ditambahkan lagi dua pilar yang menjadi pertimbangan ASEAN Community, yaitu ASEAN Security Community
dan ASEAN Socio-Cultural Community.

Sedangkan KTT ke-12 yang berlangsung pada Januari 2007 menghasilkan komitmen untuk mempercepat terwujudnya ASEAN Vision 2020 dengan pembentukan ASEAN Community 2015. Pemimpin ASEAN setuju untuk mempercepat AEC pada tahun 2015 dan membentuk ASEAN menjadi region dengan free movement of goods, services, investment, skilled labour, and freer flow of capital.

Para petinggi negara memandang bahwa pengintegrasian ekonomi melalui AEC 2015 penting bagi pertumbuhan ekonomi Asia khususnya ASEAN. Dengan sistem free flow of goods, ASEAN, sebagai komunitas ekonomi terintegrasi, dapat menjadi pasar penyedia faktor produksi bagi
Negara di seluruh dunia. Sehingga kedepan, pasar modal ASEAN dapat menjadi tujuan penanaman modal global. ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang telah berjalan, sudahmeningkatkan pertumbuhan ekonomi ASEAN dengan kebijakan bebas tarif (zero tarrifs), bagaimanapun free flow of goods tidak hanya memerlukan bebas tarif tetapi juga bebas non-tariff barriers (lisensi impor dan ekspor, pembatasan perdagangan, pembatasan embargo).
MelaluiAEC 2015, free flow of goods akan dimaksimalkan dengan peraturan bebas tarif dan bebas non-tariffs barriers.

Kesiapan Indonesia

            Jika konteks AEC 2015 adalah capital flow, service flow, dan labor flow, Indonesia sudah siap tentunya. Indonesia sudah mengalami capital flow, service flow, dan labor flow sejak tahun 1980-an, dimana banyak perusahaan mutinasional yang berdiri di Indonesia.
Perusahaan multinasional ini memiliki modal dan tenaga kerja yang berasal dari berbagai negara. Perjanjian perdagangan internasional juga telah Indonesia jalani, salah satunya ACFTA. Sejak berlakunya ACFTA, pertumbuhan ekonominya Indonesia terbukti stabil dikisaran 6,1 persen (2010); 6,5 persen (2011); dan 6,1 persen ( 2012). Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5 persen dibandingkan dengan
tahun 2010.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2012 terjadi pada semua sektor ekonomi dengan pertumbuhan tertinggi di Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 10,7 persen dan terendah di Sektor Pertambangan dan Penggalian 1,4 persen. Sementara PDB (tidak termasuk migas) tahun 2011 tumbuh 6,9 persen.
Dengan adanya perdagangan bebas, industri Indonesia meningkat. Lapangan pekerjaan menjadi lebih
luas sehingga mengurangi pengangguran.
Grafik Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja, dan Penganggur 2010–2012 (juta orang).
Sumber: Laporan Bulanan Data Sosial ekonomi. Katalog
BPS: 9199017
Edisi 24, mei 2012
Meskipun Indonesia mampu menjaga pertumbuhan ekonominya di angka 6%, ada beberapa hal perlu diantisipasi dengan adanya AEC 2015 ini. Kita mulai dari Elimination of Non-Tariff Barriers dan Single Window.
Tujuan dibentuknya AEC 2015 semata-mata untuk mengakomodasi kepentingan negara-negara di kawasan ASEAN, sedangkan perdagangan yang terjadi antara negara anggota ASEAN saat ini masih belum efektif dengan adanya non- tariff barriers. ASEAN perlu menerapkan peraturan bebas non-tariff barriers.
Selain itu, memaksimalkan pertumbuhan ekonomi ASEAN juga dilakukan melalui kebijakan Single WindowSingle Window adalah standarisasi dari proses dan prosedur perdagangan yang meliputi pengintegrasian data dan informasi perdagangan sehingga mengurangi waktu dan biaya dalam bertransaksi. Melalui AEC 2015, produk dan tenaga kerja asing akan lebih fleksibel masuk ke tiap negara anggota ASEAN.
Data BPS, 6 Februari 2012, menunjukkan pertumbuhan konomi Indonesia tertinggi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi (10,7 persen). Sektor industri yang bercokol di tingkat bawahnya adalah industri perdagangan, hotel, dan restoran (9,2 persen).Sedangkan sektor indusri pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan adalah yang terendah (3 persen).
Data dari BPS tersebut menandakan bahwa Industri Indonesia masih bersifat padat modal (belum padat karya). Sedangkan dari sisi tenaga kerjanya sendiri, tenaga kerja di Indonesia berjumlah 109 juta jiwa dan sebanyak 54,2 juta lulusan SD (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2011). Jadi bayangkan rendahnya kualitas tenaga kerja kita. Masyarakat Indonesia masih sedikit yang bekerja sebagai tenaga ahli Industri diberbagai sektor tersebut.

 Hal yang perlu dilakukan
 
         Antisipasi terhadap AEC 2015 sangat diperlukan, terutama di bidang pengembangan sumber daya manusia (SDM). Hal ini mengingat Elimination of Non-Tariff Barriers dan Single Window mengakibatkan tenaga kerja dari luar negeri akan lebih mudah bermigrasi ke Indonesia. Mereka (tenaga kerja asing) yang memiliki keahlian di atas keahlian SDM Indonesia, tentu akan mendapat pekerjaan di perusahaan yang ada di Indonesia.
Sulit bagi kita bersaing dengan tenaga kerja asing jika kita tidak memiliki skill yang memadai. Akibatnya, pengangguran meningkat. Disamping itu, Elimination of Non-Tariff Barriers dan Single Window juga membawa dampak pada UMKM. Banjir produk impor yang lebih murah dan berkualitas baik, akan menggeser usaha UMKM. Di saat seperti inilah kualitas produk dengan harga terjangkau sangat bermain untuk mengambil hati konsumen.
Perdagangan yang akan kita jalani adalah perdagangan yang sangat selektif dan kompetitif. Peraturan pemerintah mengenai perlindungan produk dalam negeri saja tidak cukup jika tidak diimbangi dengan peningkatkan SDM.
Dengan peningkatan kualitas SDM, kita dapat bertahan dalam perdagangan ini. Peningkatan SDM berpengaruh terhadap peningkatan nilai jual produk, maupun nilai jual tenaga kerja.

Kamis, 17 Oktober 2013

Bidang usaha yang prospektif saat ini


Bisnis waralaba atau franchise akhir-akhir ini telah menjadi salah satu trendsetter yang memberi warna baru dalam dinamika perekonomian Indonesia. Animo masyarakat terhadap munculnya peluang usaha waralaba sangat signifikan. Animo ini tercermin dari dua hal, yakni jumlah pembeli waralaba dan jumlah peluang usaha yang terkonversi menjadi waralaba. Oleh karena itu, ke depan, bisnis waralaba akan terus tumbuh, terutama untuk waralaba jenis makanan.

Mengutip data Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), dari total bisnis waralaba tahun 2011 yang senilai Rp130 triliun, sebesar 35% atau sekitar Rp45 triliun disumbangkan dari sektor makanan. Dibandingkan sektor lain, sektor makanan menjadi pilihan paling favorit bagi investor waralaba, karena sektor ini merupakan kebutuhan pokok masyarakat, sehingga dinilai memiliki prospek yang sangat cerah. Sudah terbukti pula banyak franchise makanan bisa tumbuh besar. Lantas, mengapa waralaba makanan bisa meraih sukses besar?

Pertama, karena semua orang butuh makan. Lebih dari itu, makan-makan saat ini justru menjadi lifestyle. Semakin bertebarannya tayangan kuliner di TV dan menjamurnya mall hingga di pelosok daerah jelas sangat mendukung trend ini. Kedua, franchise selalu identik dengan pelayanan, mutu produk, dan harga yang ditawarkan. Dalam keadaan kurang informasi, misalnya saat bepergian, orang cenderung akan memilih franchise, karena dimanapun pelayanan, produk, dan harganya sama. Seorang konsumen cenderung tidak ingin mencoba-coba lokasi makanan yang sama sekali baru yang berisiko harus membayar harga tinggi dengan rasa yang pasaran.

Ketiga, waralaba makanan begitu sukses karena dunia kuliner di negeri ini begitu kaya raya. Hasil alam kita banyak yang bisa diubah menjadi aneka makanan yang mampu memikat lidah. Karena itu pula, banyak orang optimistis bahwa franchise lokal akan mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Keempat, waralaba mampu meningkatkan gengsi sejumlah makanan tradisional. Kelima, skala franchise makanan juga sangat luas, dari investasi bernilai miliaran per outlet hingga jutaan rupiah saja untuk kelas kaki lima. Yang skala kecilpun hasilnya tetap menggiurkan karena penyebarannya bisa relatif cepat.

Trend bisnis waralaba di Indonesia diproyeksikan akan tetap menjanjikan selama baik franchisor maupun franchisee memegang teguh komitmen untuk terus menerus meningkatkan kualitas produk atau jasa yang mereka jual. Pemilik usaha yang ingin mewaralabakan usahanya untuk publik harus benar-benar membenahi sistemnya sebelum berani menjual konsep bisnisnya ke publik. Setiap orang yang ingin berkecimpung di bidang waralaba harus menyadari bahwa usaha ini adalah tipe usaha jangka panjang dan berkesinambungan.


Dedikasi terhadap kualitas harus benar-benar dijaga. Standard Operating Procedure (SOP) yang telah dibuat tidak hanya dipatuhi tapi juga terus menerus diperbaharui dan ditingkatkan. Kita pun berharap suatu saat semua pihak waralaba di Indonesia sudah memiliki profesionalisme dan etos kerja yang tinggi, yang melahirkan sistem yang benar-benar teruji, sehingga produk dan SDM yang berkualitas dapat benar-benar terwujud di Indonesia.

Kebijakan mobil murah

Kebijakan mobil murah atau Low Cost and Green Car (LCGC) banyak mengundang pro dan kontra dari berbagai kalangan baik pemerintah maupun masyarakat. Namun terlepas dari pro kontra tersebut, ada sisi negatif dan positif terhadap kehadiran mobil murah.

Menurut Peneliti Transportasi Jalan Badan Litbang Perhubungan Nunuj Nurdjanah, pihak-pihak yang setuju mobil murah menyatakan siapapun tidak bisa melarang masyarakat untuk membeli mobil yang murah, irit dan ramah lingkungan, karena ini program pemerintah dan payung hukumnya jelas.

Sementara itu pihak yang tidak setuju, menyatakan mobil murah akan menambah kemacetan karena populasi mobil yang beroperasi di jalan akan semakin bertambah, sementara jalan dan lahan parkir terbatas jumlahnya. "Terlepas dari pro dan kontra dari berbagai pihak mengenai program mobil LCGC, kita perlu melihatnya dari dua sisi yang mungkin timbul yaitu dampak positif dan negatifnya," kata Nunuj Nurdjanah seperti dikutip dari situs resmi Kementerian Perhubungan, Kamis (26/9/2013).

Menurut Nunuj, dampak positifnya antara lain penghasilan pajak negara dari otomotif akan bertambah, masyarakat golongan ekonomi menengah akan merasakan punya mobil baru dengan harga terjangkau. Bahkan sangat mungkin sebagian pengguna sepeda motor mungkin akan berpindah pada mobil murah, mencegah masuknya mobil murah dari luar negeri seperti dari Thailand yang sudah terlebih dahulu memproduksi mobil murah.

Selain itu, lanjut Nunuj, ada dampak negatifnya yang mungkin timbul adalah meningkatnya kepemilikan mobil pribadi yang tentunya juga akan meningkatkan penggunaan mobil pribadi di jalan yang berakibat pada meningkatnya kepadatan lalu lintas, meningkatkan konsumsi BBM, peminat angkutan umum akan semakin berkurang, dominasi angkutan pribadi pada angkutan Lebaran akan semakin meningkat. "Bergulirnya program mobil murah ini dampaknya berantai, dan perlu upaya keras instansi terkait untuk meminimalisir dampak negatif tersebut.


Kementerian terkait seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian PU, Kementerian ESDM merupakan instansi pemerintah yang terkena imbasnya harus berupaya keras menanggulangi dampak negatif yang timbul dari program mobil murah ini," serunya.



Ia juga mengatakan pemerintah daerah di kota-kota besar harus bekerja keras, terhadap dampak negatif mobil murah. Menurutnya walaupun ada wacana kalau mobil murah ini akan didistribusikan ke luar Jawa, belum tentu bisa cocok dengan infrastruktur di daerah.
"Desain mobil murah ini adalah city car, sehingga apabila didistribusikan ke luar Pulau Jawa dan Bali, seperti Kalimantan, Papua, dan daerah lainnya yang kondisi jalannya kurang memadai dan mempunyai medan yang sulit untuk mobil jenis city car kemungkinan besar akan kurang laku,"katanya.


    Upaya yang perlu dilakukan dalam menanggulangi meningkatnya kepemilikan mobil pribadi adalah dengan mengurangi penggunaannya di jalan dalam artian masyarakat memang tidak bisa dilarang untuk membeli atau memiliki mobil pribadi baik mobil mahal maupun mobil murah, namun sebisa mungkin dilakukan upaya menghambat agar masyarakat enggan menggunakannya di jalan terutama pada hari kerja yang biasanya kondisi jalan cukup padat.

Upaya tersebut antara lain bisa dengan cara menerapkan ERP, menaikkan tarif parkir, tidak diperbolehkan parkir pinggir jalan, menerapkan aturan jalan khusus yang hanya boleh dilalui angkutan umum, menerapkan aturan nomor ganjil genap, dan yang paling penting adalah membangun transportasi publik yang murah, cepat, aman, dan nyaman," katanya. Selain itu, lanjut Nunuj, para penegak hukum di lapangan agar komitmen dan konsisten memberi sanksi dan efek jera terhadap para pelanggar. Intinya adalah menghambat penggunaan mobil pribadi, dan mengistimewakan penggunaan angkutan umum, dimana masyarakat terpaksa naik angkutan umum karena pertimbangan biaya yang lebih murah dan juga tingkat kesulitan yang lebih rendah.

        Menurutnya perlu adanya pembatasan permintaan dan pemasaran mobil murah ini khususnya di kota-kota besar dengan sistem kuota jangan menggunakan unlimited, dimana pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan membatasi penjualannya.

sumber : http://finance.detik.com/read/2013/09/26/121905/2370033/1036/2/ini-dia-plus-minus-kehadiran-mobil-murah

Dampak ekonomi penyelenggaraan miss world

Ajang Miss World 2013 diadakan di Bali 2 s/d 4 September 2013, Indonesia dipercaya sebagai tuan rumah untuk penyelengaraan event ini. Masyarakat indonesia mulai memandang positif tentang event ini. Berkaca dari ajang Internasional seperti perhelatan piala dunia, semua negara berebut untuk menjadi tuan rumah. Karena sudah dipastikan jika negara yang menjadi tuan rumah dan penyelenggara event internasional maka negara tersebut akan “MENANG BANYAK” , yang artinya negara tersebut akan mengalami peningkatan ekonomi dalam negeri yang luar biasa.

Pengamat ekonomi Dr I Gusti Wayan Murjana Yasa berpendapat kontes ratu kecantikan dunia "Miss World" dapat memberi efek ganda secara ekonomis bagi Bali dan Indonesia. "Kontes Miss World akan memberikan efek ekonomis ganda, diantaranya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat Bali, asalkan didukung berbagai aktivitas seperti penampilan kesenian, penggunaan tenaga lokal, dan produk-produk lokal," kata akademisi dari Fakultas Ekonomi Universitas Udayana itu, di Denpasar, Selasa.


Ia mengapresiasi rencana panitia yang akan meminta kontestan "Miss World" untuk menggunakan kain endek pada salah satu agenda karantina di Bali. Demikian juga diagendakan untuk mengunjungi berbagai tempat wisata di Pulau Dewata. "Endek adalah salah satu produk lokal Bali yang sangat layak dikenalkan pada dunia internasional. Selain endek, hendaknya para kontestan dapat disuguhi kuliner tradisional. Banyak produk lokal kita yang layak diperkenalkan pada kontes Miss World sehingga dapat memberi kemanfaatan bagi masyarakat kita," ujarnya.

Dari sisi pariwisata, menurut dia, kontes Miss World semakin menggaungkan nama Bali ke dunia internasional karena dapat menjadi sarana promosi gratis. Apalagi kalau penyelenggaraannya berjalan sukses dan aman.


Ajang kontes kecantikan dunia "Miss World" dinilai mampu mendongkrak citra pariwisata Bali sebagai daerah tujuan wisata internasional. "Ajang itu akan memberikan dampak positif bagi ekonomi pariwisata Bali sekaligus ajang promosi pariwisata bagi Indonesia dan Pulau Dewata," kata Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Ida Bagus Kade Subikshu di Denpasar, Rabu. Menurut dia, ajang ratu dunia itu memberikan dampak positif bagi ekonomi masyarakat di Pulau Dewata di antaranya dengan tingginya permintaan akomodasi, kuliner, dan transportasi.

sumber www.antarnews.com