Kamis, 25 April 2013




NAMA : RACHMA. ANNASTARI
NPM : 25211695
KELAS: 2EB10

UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI

HUKUM PERJANJIAN
Kerangka penulisan (sub pokok bahasan)
1. Standar kontrak
2. Jenis-Jenis perjanjian
3. Syarat sahnya perjanjian
4. Azas-azas hukum perjanjian
5. Saat lahirnya perjanjian
6. Pelaksanaan dan hapusnya perjanjian

Pengertian Perjanjian
Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst tersebut lazim diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut sama artinya dengan perjanjian.

1.Standar Kontrak
manusia cenderung membuat perjanjian (kontrak) yang sesuai dengan kehendaknya, dengan berbagai argumentasinya kebebasan berkontrak dianggap sebagai hal yang baik, lebih efesien bahkan memberikan manfaat bagi pihak- pihak tertentu. kebebasan berkontrak mendorong lembaga tertentu dalam membuat perjanjian telah dibuat sesuai dengan standar maka dikenalah dengan istilah standar kontrak.

standar kontrak dapat kita lihat dalam bentuk fomulir yang telah tersedia di perusahaan perbankan, perusahaan asuransi, perusahaan pembiayaan, dan sebagainya. standar kontrak memberi manfaat kepada kreditur meskipun tidak selalu memberi manfaat bagi debitur. penyebabnya adalah pihak debitur dalam posisi yang lemah, berhdapan dengan kreditur sebagai pihak yang dominan (kuat) sehingga perjanjian yang dibuat seakan tidak seimbang, sehingga hak- hak debitur sering terabaikan.
Perjanjian yang dibuat dengan model standar kontrak sering muncul masalah di kemudian hari sehingga menambah rumitnya permasalahan hukum di tanah air. hal ini dapat kita lihat dalam kasus kredit macet. meskipun debitur dan kreditur telah menandatangani perjanjian hak tanggungan, hak tanggungannya telah diikat dengan sertifikat hak tanggungan, jaminan telah diserahkan kepada kreditur tetapi debitur masih berjuang untuk mengajukan gugatan atau perlawanan ke pengadilan negeri atas kasusu pelelangan yang dilakukan oleh pengadilan negeri. yang lebih menarik lagi pengadilan negeri melakukan pemeriksaan atas perlawanan tersebut dan mengabulkan perlawanan dari debitur sehingga pengadilan negeri yang akn mengabulkan perlawanan dari debitur sehingga pengadilan negeri yang akan melaksanakan eksekusi menjadi ragu untuk melakukan eksekusi. hal demikianlah merupakan indikasi bahwa perjanjian yang di buat dengan model standar kontrak dapat menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari.

demikian pula dalam perjanjian (kontrak) asuransi, bahasa yang digunakan dalam fomulir perjanjian yang nantinya masuk dalam polis asuransi tidak selalu dapat dimengerti oleh tertanggung. bahkan penyebutan angka-angka, hak- hak dari tanggungan tidak secara jelas dapat dibaca bahkan diartikan dengan benar. sering muncul kewajiban dari tanggungan untuk membayar premi perbulannya, resiko apabila terlambat membayar premi dan hal lain yang menyebabkan posisi hukum antara penanggungan dan tertanggung tidak sama. Kata- kata manis dan menarik dari petugas asuransi atau petugas pemasaran dari produk tertentu tidak selalu selaras dengan apa yang dimuat dalam kontrak.


Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus.

1.   Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu   disodorkan kepada debitur.
2.   Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.

Jenis-jenis kontrak standar

Ditinjau dari segi pihak mana yang menetapkan isi dan persyaratan kontrak sebelum mereka ditawarkan kepada konsumen secara massal, dapat dibedakan menjadi:
a.   kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh produsen/kreditur;
b.   kontrak standar yang isinya merupakan kesepakatan dua atau lebih pihak;
c.   kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh pihak ketiga.

      Ditinjau dari format atau bentuk suatu kontrak yang persyaratannya dibakukan, dapat dibedakan dua bentuk kontrak standar, yaitu:
a.   kontrak standar menyatu;
b.   kontrak standar terpisah.

Ditinjau dari segi penandatanganan perjanjian dapat dibedakan, antara:
a.   kontrak standar yang baru dianggap mengikat saat ditandatangani
b.   kontrak standart yang tidak perlu ditanda tangani saat kontrak


2. Jenis-jenis Perjanjian
Mengenai perjanjian ini diatur dalam Buku III KUH Perdata, peraturan-peraturan yang tercantum dalam KUH Perdata ini sering disebut juga dengan peraturan pelengkap, bukan peraturan memaksa, yang berarti bahwa para pihak dapat mengadakan perjanjian dengan menyampingkan peraturan-peraturan perjanjian yang ada. Oleh karena itu di sini dimungkinkan para pihak untuk mengadakan perjanjian-perjanjian yang sama sekali tidak diatur dalam bentuk perjanjian itu:
1.      Perjanjian bernama
yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata. Yang termasuk ke dalam perjanjian ini, misalnya: jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, dan lain-lain.
                                                           
2.      Perjanjian-perjanjian yang tidak teratur dalam KUH Perdata.
Jadi dalam hal ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian itu. Dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi masing-masing pihak.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Pembedaan tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Perjanjian timbal balik.
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual-beli.

2.      Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban.
Perjanjian dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya: hibah.
Perjanjian atas beban adalah perjanjian di mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontrak prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
3.      Perjanjian khusus (benoend) dan perjanjian umum (onbenoend).
Perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab  V s/d XVIII KUH Perdata. Di luar perjanjian khusus tumbuh perjanjian umum yaitu perjanjian-perjanjian yang tdiak diatur di dalam KUH Perdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tak terbatas. Lahirnya perjanjian ini di dalam praktek adalah berdasarkan asas kebebasan mengadakan perjanjian atau partij otonomi yang berlaku di dalam Hukum Perjanjian. Salah satu contoh dari perjanjian umum adalah perjanjian sewa beli.

4.      Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan perjanjian obligatoir
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu, kepada pihak lain. Sedangkan perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan)

5.      Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil
Perjanjian konsensuil adalah perjanjian di mana di antara kedua: belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan-perikatan.

6.      Perjanjian-Perjanjian yang istimewa sifatnya.
a.  perjanjian liberatoir
yaitu perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan hutang (kwijtschelding) pasal 1438 KUH Perdata;
b.  perjanjian pembuktian (bewijsovereenkomst)
yaitu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.
c.       perjanjian untung-untungan
misalnya prjanjian asuransi, pasal 1774 KUH Perdata.
d.  Perjanjian publik
yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak bertindak  sebagai penguasa (pemerintah), misalnya perjanjian ikatan dinas.

3. Syarat Sahnya Perjanjian

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian itu sah harus terpenuhi 4
syarat, yaitu:
Syarat Subyektif :
- Sepakat untuk mengikatkan dirinya;
- Cakap untuk membuat suatu perjanjian;
Syarat Obyektif  :
 - Mengenai suatu hal tertentu;
 - Suatu sebab yang halal.

Selanjutnya Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan bahwa orang yang tidak cakap
membuat perjanjian:

1)      Orang yang belum dewasa
2)      Mereka yang berada di bawah pengampuan/perwakilan
3)      Orang yang hilang ingatan
4)      Orang perempuan/isteri dalam hal telah ditetapkan oleh Undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

4. Azas-azas Hukum Perjanjian

Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, namun ada dua diantaranya yang merupakan azas terpenting dan karenanya perlu untuk diketahui, yaitu:
1.      Azas Konsensualitas
Yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian.
2.      Azas Kebebasan Berkontrak/Terbuka
 Yaitu bahwa para pihak dalam suatu perjanjian bebas untuk menentukan materi/isi dari perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Azas ini tercermin jelas  dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

3.      Asas kepribadian
Asas kepribadian ini sebenarnya menerangkan pihak-pihak mana yang terikat pada perjanjian. Asas ini terkandung pada Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pada Pasal 1315 disebutkan bahwa pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada untu dirinya. Selanjutnya Pasal 1340 menyatakan bahwa perjanjian-perjanjian hanya berlak antara pihak-pihak yang membuatnya, perjanjian itu tidak dapat membawa rugi atau manfaat kepada pihak ketiga, selain dalam hal yang diatur klaim Pasal 1317.
Oleh karena perjanjian itu hanya mengikat para pihak yang membuatnya dan tidak
dapat mengikat pihak lain.Maka asas ini dinamakan asas kepribadian.

4.      Asas Pacta Sunt Servanda
Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian dan tersimpul dalam kalimat"berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya" pada akhir Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Jadi, perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para pembuatanya sebagai undang-undang. Dan kalimat ini pula tersimpul larangan bagi semua pihak termasuk di dalamnya "hakim" untuk mencampuri isi perjanjian yang telah dibuat secara sah oleh para pihak tersebut. Oleh karenanya asas ini disebut juga asas kepastian hukum.

Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian dan tersimpul dalam kalimat "berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya" pada akhir Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Jadi, perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para pembuatanya sebagai undang-undang. Dan kalimat ini pula tersimpul larangan bagi semua pihak termasuk di dalamnya "hakim" untuk mencampuri isi perjanjian yang telah dibuat secara sah oleh para pihak tersebut. Oleh karenanya asas ini disebut juga asas kepastian hukum. Asas ini dapat dipertahankan sepenuhnya dalam hal:
1)  Kedudukan para pihak dalam perjanjian itu seimbang;
2)  Para pihak cakap untuk melakukan perbuatan hukum.

5.      Asas itikad baik
Asas itikad baik terkandung dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian dan berlaku bagi debitur maupun bagi kreditur.
Menurut Subekti, pengertian itikad baik dapat ditemui dalam hukum benda (pengertian subyektif) maupun dalam hukum perjanjian seperti yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) (pengertian obyektif).


5. Saat lahirnya perjanjian

Menurut azas konsensualitas, suatu pejanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi obyek perjanjian. Sepakat adalah suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua pihak tersebut. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu adalah juga yang dikehendaki oleh pihak yang lainnya, meskipun tidak sejurusan tetapi secara bertimbal balik. Kedua kehendak itu bertemu satu sama lain.

Karena suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat, maka perjanjian itu lahir pada detik diterimanya penawaran (offerte). Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat dimana pihak yang melakukan penawaran menerima jawaban yang termaksud dalam surat tersebut, sebab saat itulah dapat dianggap sebagai detik lahirnya sepakat. Karena perjanjian sudah dilahirkan maka tak daapat lagi ia ditarik kembali jika tidak seizin pihak lawan.

6. Pelaksanaan dan Hapusnya Perjanjian

Pelaksanaan perjanjian
Yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara serentak. Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan penyerahan barang atau sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian pembayaran.

Pembayaran
1) Pihak yang melakukan pembayaran pada dasarnya adalah debitur yang menjadi pihak dalam perjanjian
2) Alat bayar yang digunakan pada umumnya adalah uang
3) Tempat pembayaran dilakukan sesuai dalam perjanjian
4) Media pembayaran yang digunakan
5) Biaya penyelenggaran pembayaran

Penyerahan Barang
Yang dimaksud dengan lavering atau transfer of ownership adalah penyerahan suatu barang oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas barang tersebut. Syarat- syarat penyerahan barang atau lavering adalah sebagai berikut:
1) Harus ada perjanjian yang bersifat kebendaan
2) Harus ada alas hak (title), dalam hal ini ada dua teori yang sering digunakan yaitu teori kausal dan teori abstrak
3) Dilakukan orang yang berwenang mengusai benda
4) Penyerahan harus nyata (feitelijk)

Hapusnya suatu perjanjian yaitu dengan cara-cara sebagai berikut:
A.Pembayaran Adalah setiap pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian secara sukarela.  Berdasarkan pasal 1382 KUH Perdata dimungkinkan menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang. Menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang dinamakan subrogatie. Mengenai subrogatie diatur dalam pasal 1400 sampai dengan 1403 KUH Perdata. Subrogatie dapat terjadi karena pasal 1401 KUH Perdata dan karena Undang-undang (Pasal 1402 KUH Perdata).
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan uang atau barang pada Panitera Pengadilan Negeri
Adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak pembayaran utang dari debitur, setelah kreditur menolak pembayaran, debitur dapat memohon kepada Pengadilan Negeri untuk mengesahkan penawaran pembayaran itu yang diikuti dengan penyerahan uang atau barang sebagai tanda pelunasan atas utang debitur kepada Panitera Pengadilan Negeri.
Setelah penawaran pembayaran itu disahkan oleh Pengadilan Negeri, maka barang atau uang yang akan dibayarkan itu, disimpan atau dititipkan kepada Panitera Pengadilan Negeri, dengan demikian hapuslah utang piutang itu.
c.   Pembaharuan utang atau novasi
Adalah suatu pembuatan perjanjian baru yang menggantikan suatu perjanjian lama.  Menurut Pasal 1413 KUH Perdata ada 3 macam cara melaksanakan suatu pembaharuan utang atau novasi, yaitu yang diganti debitur, krediturnya (subyeknya) atau obyek dari perjanjian itu.
d.   Perjumpaan utang atau Kompensasi
Adalah suatu cara penghapusan/pelunasan utang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan utang piutang secara timbal-balik antara kreditur dan debitur.  Jika debitur mempunyai suatu piutang pada kreditur, sehingga antara debitur dan kreditur itu sama-sama berhak untuk menagih piutang satu dengan lainnya.
Menurut pasal 1429 KUH Perdata, perjumpaan utang ini dapat terjadi dengan tidak membedakan darimana sumber utang-piutang antara kedua belah pihak itu telah terjadi, kecuali:
(i)                 Apabila penghapusan/pelunasan itu dilakukan dengan cara yang berlawanan dengan hukum.
(ii)               (ii)      Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan.
(iii)             (iii)     Terdapat sesuatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tak dapat disita (alimentasi).
e.   Percampuran utang
Adalah apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dengan mana utang-piutang itu dihapuskan, misalnya: debitur menikah dengan krediturnya, atau debitur ditunjuk sebagai ahli waris tunggal oleh krediturnya.
f.   Pembebasan utang
Menurut pasal 1439 KUH Perdata, Pembebasan utang adalah suatu perjanjian yang berisi kreditur dengan sukarela membebaskan debitur dari segala kewajibannya.
g.   Musnahnya barang yang terutang
Adalah jika barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, jika barang tadi musnah atau hilang di luar kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
h.   Batal/Pembatalan
Menurut pasal 1446 KUH Perdata adalah, pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian, dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim, bila salah satu pihak yang melakukan perjanjian itu tidak memenuhi syarat subyektif yang tercantum pada syarat sahnya perjanjian.
Menurut Prof. Subekti  permintaan pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi   syarat   subyektif  dapat  dilakukan  dengan  dua  cara, yaitu:
(i)                 Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian tersebut di depan hakim;
(ii)               Secara pembelaan maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian dan baru mengajukan kekurangan dari perjanjian itu.
i. Berlakunya suatu syarat batal
Menurut pasal 1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak penah terjadi perjanjian.
j.    Lewat waktu
Menurut pasal 1946 KUH Perdata, daluwarsa atau lewat waktu adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perjanjian dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
Dalam pasal 1967 KUH Perdata disebutkan bahwa segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan, maupun yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun.  Dengan lewatnya waktu tersebut, maka perjanjian yang telah dibuat tersebut menjadi hapus.
DAFTAR PUSTAKA